Akuntan Publik Djoko Sutardjo Dibekukan
Akuntan Publik Djoko Sutardjo yang mengaudit laporan
keuangan PT Myoh Technology Tbk dibekukan izinnya. Kesalahannya cukup fatal
karena melanggar Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI
Menteri Keuangan
(Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terhitung sejak 4 Januari 2007 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik (KAP)
Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Sanksi pembekuan
izin ini diberikan karena terdapat pelanggaran atas pembatasan penugasan audit
oleh Djoko Sutardjo dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT
Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara
berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga tahun buku 2005.
Pembekuan izin oleh Menkeu ini
merupakan tindak lanjut atas surat Ketua Bapepam-LK nomor
S-348/BL/2006 tertanggal 6 Juni 2006. Berkenaan dengan hal tersebut, AP telah
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 24 Keputusan Menkeu nomor
423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menkeu nomor
359/KMK.06/2003dan dikategorikan sebagai pelanggaran
berat sehingga dikenakan sanksi pembekuan izin.
Kasus ini muncul ketika Djoko melakukan audit laporan
keuangan MYOH tahun 2005. Dalam audit itu terdapat kesalahan dalam hal
penjumlahan dan penyajian arus kas yang berakhir pada 31 Desember
2005. Kemudian, Direksi MYOH meminta Djoko untuk mengaudit ulang dan merevisi
laporan keuangan tersebut. Revisi kembali dilakukan pada Juni 2006. Hasil
revisi ini telah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES).
Selama izinnya
dibekukan, AP yang bersangkutan dilarang memberikan jasa atestasi termasuk
audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Yang bersangkutan
juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP. Namun, dia masih
tetap bertanggungjawab atas jasa konsultasi yang telah diberikan serta wajib
memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Belum
Bayar
Sementara itu, Direktur Utama BES
Bastian Purnama yang dihubungi Hukumonline secara terpisah pada Rabu (24/1)
menegaskan bahwa emiten berkode MYOH itu sedang bermasalah dengan BES. MYOH, kata Bastian sampai dengan saat in belum
memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham tahunan (annual listing
fee) priode 1006/2007. Padahal, ujarnya seharunya biaya itu sudah dibayarkan
sebelum Agustus 2006.
Pihak BES sendiri
telah melayangkan surat peringatan tertulis sejak 28 Agustus 2006 lalu. Namun,
hingga keluarnya surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006,
pihak MYOH belum juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember
2006, BES melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di
semua pasar atas saham emiten MYOH.
Kesal akan ketidak
jelasan status pembayaran annual listing fee dari MYOH, pada 4
Januari 2006 BES memanggil direksi MYOH untuk melakukan dengar pendapat (hearing).
Kita sempat panggil Direksi MYOH karena mereka belum memenuhi kewajiban untuk
membayar annual listing fee. Sekalian juga kita meminta kinerja
dari mereka untuk disampaikan ke kami, ujar Bastian.
Dalam hearing tersebut,
seperti dituturkan Bastian, Direktur Utama MYOH David Jakubus Elisafan mengakui
kalau perusahaannya saat ini sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow).
David menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya pencatatan
saham priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang
rendah pada 2006, terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp
270 juta oleh dua klien hotel kepada MYOH. Perusahaan kami masih tetap
beroperasi walaupun mungkin cash flow-nya agak susah, ujar David. David
menambahkan, seharusnya pembayaran dari kedua klien tersebut sudah dilakukan
pada bulan September 2006. Namun hingga saat ini keduanya belum juga membayar.
David optimis, pada
2007 cash flow perusahaan akan membaik dengan pertimbangan
pada tahun ini akan ada beberapa proyek baru yang potensial menambah pendapatan
operasional emiten. Antara lain kerjasama dengan vendor dalam
hal penyedian hardware, kerjasama dengan chain restoran
dan hotel-hotel di Jakarta, Makasar dan Bali. Selain itu menurutnya, perusahaan
juga akan mendapatkan pendapatan dari jasa perawatan (maintenance) softwareyang
terus tumbuh setiap tahunnya.
Berdasarkan catatan
di BES, saat ini perusahaan yang bergerak di bidang software daninformation
technology (IT) itu komposisi kepemilikannya yakni 84,1 persen publik,
8,09 persen PT Citra Aniko Bersama, 7,28 persen PT Andika Praba Buana dan
sisanya dimiliki oleh individual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar